INDONESIA MASA
DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1966)
DEKRIT PRESIDEN
Pelaksanaan demokrasi
terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang
dikeluarkan dekrit Presiden :
Undang-undang Dasar
yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan
Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi
liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
Dekrit Presiden 1959 -
Dimulainya Masa Demokrasi Terpimpin
Kegagalan konstituante
dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang
kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Situasi politik yang
kacau dan semakin buruk.
Terjadinya sejumlah
pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus
menuju gerakan sparatisme.
Konflik antar partai
politik yang mengganggu stabilitas nasional
Banyaknya partai dalam
parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk
mempertemukannya.
Masing-masing partai
politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya
tercapai.
Demi menyelamatkan
negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No.
75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
Tujuan dikeluarkan
dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak
menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden
adalah sebagai berikut.
a.
Pembubaran konstituante
b.
Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
c.
Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya
Dekrit Presiden:
Rakyat menyambut baik
sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah
selama masa Liberal.
Mahkamah Agung
membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
KSAD meminta kepada seluruh
anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
DPR pada tanggal 22
Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.
Dampak
positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai
berikut.
Menyelamatkan negara
dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
Memberikan pedoman yang
jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
Merintis pembentukan
lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang
selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak
negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai
berikut.
Ternyata UUD 1945 tidak
dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar
hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi
slogan-slogan kosong belaka.
Memberi kekeuasaan yang
besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa
Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
Memberi peluang bagi militer
untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan
Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada
masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
B. PELAKSANAAN
DEMOKRASI TERPIMPIN
Demokrasi Terpimpin berlaku di
Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi
terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada
kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada saat
pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
Tugas Demokrasi
terpimpin :
Demokrasi Terpimpin
harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan
masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin
merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan
karena :
Pada masa Demokrasi
parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
Sedangkan kekuasaan
Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan
kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan
stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan
di tangan presiden).
Pelaksanaan masa
Demokrasi Terpimpin :
Kebebasan partai
dibatasi
Presiden cenderung
berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Pemerintah berusaha
menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
Dibentuk
lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
Penyimpangan-penyimpangan
pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan
Presiden
Berdasarkan UUD 1945,
kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi,
kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada
Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut
tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap
oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih
dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2. Pembentukan
MPRS
Presiden juga membentuk
MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan
dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS
sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga
partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di
MPR.
Anggota MPRS ditunjuk
dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
Setuju kembali kepada
UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto
Politik.
Keanggotaan MPRS
terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan.
Tugas MPRS
terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran DPR
dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960
yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan
sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga
ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta
kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD
1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR
GR adalah sebagai berikut.
Melaksanakan manifesto
politik
Mewujudkan amanat
penderitaan rakyat
Melaksanakan Demokrasi
Terpimpin
4. Pembentukan
Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan
Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959.
Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu
orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24
orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas
pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya
kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah
ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat
agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul
”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik
Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan
Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang
Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan
Front Nasional
Front Nasional dibentuk
berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional
merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan
cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan
segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan.
Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front
nasional adalah sebagai berikut.
Menyelesaikan Revolusi
Nasional
Melaksanakan
Pembangunan
Mengembalikan Irian
Barat
6. Pembentukan
Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959,
presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir.
Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program
kabinet ini adalah sebagai berikut.
Mencukupi kebutuhan
sandang pangan
Menciptakan keamanan
negara
Mengembalikan Irian
Barat.
7. Keterlibatan
PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari
partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan
pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada
terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah
mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan
Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM
merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin
bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan
terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan
ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab
jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis
terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya
penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa
PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut
menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan
bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis.
Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah.
PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi
lemah terhadap TNI.
8. Adanya ajaran
RESOPIM
Tujuan adanya
ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah
untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada
peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran
ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus
dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu
pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden
Sukarno.
Dampak dari
sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi
negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian
pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri
seharusnya sebagai pembantu presiden.
9. Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan
menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4
angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan
Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima
Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah
satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
10. Pentaan
Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi
Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan
pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan
presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah
anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada
hanya tinggal 11 partai.
Tindakan pemerintah ini
dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik
partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan
presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2
partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan
Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah
karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan
PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17
Agustus 1960.
11. Arah Politik
Luar Negeri
a. Politik
Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan
dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah
satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih
mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika
Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan
tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old
Established Forces)
Nefo merupakan
kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner
(termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme
dan kolonialisme.
Oldefo merupakan
kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis
dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo
maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang
gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke
negara-negara komunis.
b. Politik
Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga
menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang
dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka
konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal
3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
Perhebat Ketahanan
Revolusi Indonesia.
Bantu perjuangan rakyat
Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora
dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya
campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c. Politik
Mercusuar
Politik Mercusuar
dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan
mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya
maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat
menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo.
Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran
rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces
) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya
perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari
1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan
Non-Blok
Gerakan Non-Blok
merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan
politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini
memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan
mencegah perluasan Perang Dingin.
Keterlibatan Indonesia
dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup
maju.
GNB merupakan gerakan
yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan
pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan
internasional.
Besarnya kekuasaan
Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:
a. Pengangkatan
Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil
ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI
yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b. Pidato presiden
yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959
yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan
sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
c. Inti Manipol
adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga
lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
d. Pengangkatan
Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden
seumur hidup.
e. Pidato presiden
yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan
politik luar negeri.
f. Presiden
berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di
antara TNI dengan Parpol.
g. Presiden
mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan
Operasi Tertinggi (KOTI).
C. SISTEM EKONOMI
DEMOKRASI TERPIMPIN
Seiring dengan
perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi
terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi
terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat
pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang
ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan
Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Untuk melaksanakan
pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang
Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin
dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tugas Depernas :
Mempersiapkan rancangan
Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
Menilai Penyelenggaraan
Pembangunan
Hasil yang
dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar
Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969
yang disetujui oleh MPRS.
Mengenai masalah
pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam
bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai
harapan.
1963 Dewan Perancang
Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional
(Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Tugas
Bappenas adalah
Menyusun rencana jangka
panjang dan rencana tahuanan, baik nasional maupun daerah.
Mengawasi dan menilai
pelaksanaan pembangunan.
Menyiapkan serta
menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
2. Penurunan Nilai
Uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan
Devaluasi :
Guna membendung inflasi
yang tetap tinggi
Untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar di masyarakat
Meningkatkan nilai
rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25
Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai
uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
a.
Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
b.
Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c.
Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah
tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh,
terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh
Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan
nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja
tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini
disebabkan karena :
Penghasilan negara
berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang
menyebabkan ekspor menurun.
Pengambilalihan
perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja
manajemen yang cakap dan berpengalaman.
Pengeluaran biaya untuk
penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan
untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan laju
inflasi
Latar Belakang
meningkatnya laju inflasi :
Penghasilan negara
berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
Nilai mata uang rupiah
mengalami kemerosotan.
Anggaran belanja
mengalami defisit yang semakin besar.
Pinjaman luar negeri
tidak mampu mengatasi masalah yang ada.
Upaya likuidasi semua
sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil.
Penertiban administrasi
dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan
banyak pengaruh.
Penyaluran kredit baru pada
usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan
mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan
tersebut disebabkan karena:
Pemerintah tidak
mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
Pemerintah menyelenggarakan
proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces
) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang
memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
Inflasi semakin
bertambah tinggi
Harga-harga semakin
bertambah tinggi
Kehidupan masyarakat
semakin terjerpit
Indonesia pada tahun
1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari
cadangan emas dan devisa.
Ekspor semakin buruk
dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
1965, cadangan emas dan
devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta sebagai
dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.
Kebijakan pemerintah :
Keadaan defisit negara
yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru
tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
13 Desember 1965
pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000
menjadi Rp. 1.
Dampaknya dari
kebijakan pemerintah tersebut :
Uang rupiah baru yang
seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di masyarakat
uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang
rupiah baru.
Tindakan moneter
pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka
inflasi.
4. Deklarasi
Ekonomi (Dekon)
Latar belakang
dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena:
Berbagai peraturan
dikeluarkan pemerintah untuk merangsang ekspor (export drive) mengalami
kegagalan, misalnya Sistem Bukti Ekspor (BE)
Sulitnya memperoleh
bantuan modal dan tenaga dari luar negri sehingga pembangunan yang direncanakan
guna meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik.
Sehingga pada tanggal
28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru guna perbaikan ekonomi secara
menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (DEKON) dengan 14 peraturan
pokoknya.
Dekon dinyatakan
sebagai strategi dasar ekonomi Terpimpin Indonesia yang menjadi bagian dari
strategi umum revolusi Indonesia.
Strategi
Dekon adalah mensukseskan Pembangunan Sementara Berencana 8 tahun yang
polanya telah diserahkan oleh Bappenas tanggal 13 Agustus 1960.
Pemerintah Indonesia
menyatakan bahwa sistem ekonomi
Indonesia adalah Berdikari yaitu berdiri diatas kaki
sendiri.
Tujuan utama dibentuk
Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis,
dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin.
Pelaksanaannya,
Peraturan tersebut
tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi
Dekon mengakibatkan
stagnasi bagi perekonomian Indonesia
Kesulitan-kesulitan
ekonomi semakin mencolok, tampak dengan adanya kenaikan harga barang mencapai
400 % pada tahun 1961-1962.
Beban hidup rakyat
semakin berat.
Kegagalan Peraturan
Pemerintah disebabkan karena:
Tidak terwujudnya
pinjaman dari International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 400 juta.
Adanya masalah ekonomi
yang muncul karena pemutusan hubungan dengan Singapura dan Malaysia dalam
rangka kasi Dwikora.
Politik konfrontasi
dengan Malaysia dan negara barat semakin memperparah kemerosotan ekonomi
Indonesia.
5. Meningkatkan
Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri
Pemerintah
membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian, sebab kurang lebih 80% penduduk
Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian tersebut diekspor untuk
memperoleh devisa yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor berbagai bahan
baku/ barang konsumsi yang belum dihasilkan di Indonesia.
Jika Indonesia tidak
mampu memperoleh keuntungan maka akan mencari bantuan berupa kredit luar negeri
guna memenuhi biaya import dan memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri.
Sehingga Indonesia mampu memeprbesar komoditi ekspor, dari eksport tersebut
maka akan digunakan untuk membayar utang luar negeri dan untuk kepentingan
dalam negeri. Dengan bantuan kredit tersebut membuka jalan bagi perdagangan
dari negara yang memeberikan pinjaman kepada Indonesia.
6. Kebijakan lain
pemerintah
a. Pembentukan
Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP)
Dikeluarkan peraturan
tanggal 17 April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi
Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP) dalam usaha
perdagangan.
b. Peleburan
bank-bank negara
Presiden berusaha
mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank sentral sehingga didirikan
Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1965.
Tugas bank tersebut
adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank umum.
Untuk mewujudkan tujuan
tersebut maka dilakukan peleburan bank-bank negara seperti Bank Koperasi dan
Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia
ke dalam Bank Indonesia.
Dibentuklah Bank
Negara Indonesia yang terbagi dalam beberapa unit dengan tugas dan
pekerjaan masing-masing.
Tindakan itu menimbulkan
spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara sebab tidak ada
lembaga pengawas.
Kegagalan pemerintah
dalam menanggung masalah ekonomi, disebabkan karena:
Semua kegiatan ekonomi
terpusat sehingga kegitan ekonomi mengalami penuruan yang disertai dengan
infasi.
Masalah ekonomi tidak
diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara
politis.
Kemenangan politik
diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan (politik dikedepankan tanpa
memperhatikan ekonomi).
Peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangana antara satu peraturan dengan
peraturan yang lainnya.
Tidak ada ukuran yang
objektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
Terjadinya berbagai
bentuk penyelewengan dan salah urus.
Kebrangkutan tidak
dapat dikendalikan, Masyarakat mengalami kesulitan hidup, kemiskinan, dan
kriminalitas.
D. PERJUANGAN
MEMBEBASKAN IRIAN BARAT
Ada 3 bentuk perjuangan
dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi, Konfrontasi Politik dan
Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1. Perjuangan
Diplomasi
Ditempuh guna
menunjukkan niat baik Indonesia mandahulukan cara damai dalam menyelesaikan
persengketaan. Perjuangan tersebut dilakukan dengan perundingan. Jalan
diplomasi ini sudah dimulai sejak kabinet Natsir (1950) yang
selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet. Meskipun selalu mengalami
kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat bahkan secara sepihak
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Perjuangan secara
diplomasi ditempuh dengan 2 tahap, yaitu
e. Secara
bilateral, melalui perundingan dengan belanda.
Berdasarkan perjanjian
KMB masalah Irian Barat akan diselesaikan melalui perundingan, setahun setelah
pengakuan kedaulatan. Pihak Indonesia menganggap bahwa Belanda akan menyerahkan
Irian Barat pada waktu yang telah ditentukan. Sementara Belanda mengartikan
perjanjian KMB tersebut bahwa Irian Barat hanya akan dibicarakan sebatas
perundingan saja, bukan diserahkan. Berdasarkan alasan tersebut maka Belanda
mempunyai alasan untuk tetap menguasai Indonesia. Akhirnya perundingan dengan
Belanda inipun mengalami kegagalan.
f. Diplomasi dalam
forum PBB, yaitu dengan membawa masalah Indonesia-Belanda ke sidang PBB.
Dilakukan sejak Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Burhanuddin Harahap, hingga Ali
Sastroamijoyo II.
Dikarenakan
penyelesaian secara diplomatik mengalami kegagalan dan karena adanya pembatalan
Uni Indonesia-Belanda secara sepihak maka Indonesia sejak 1954 melibatkan PBB
dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Dalam sidang PBB
Indonesia berupaya meyakinkan bahwa masalah Irian Barat perlu mendapatkan
perhatian Internasional. Alasan Indonesia adalah karena masalah Irian Barat
menunjukkan adanya penindasan suatu bangsa terhadap hak bangsa lain.
Upaya melalui forum PBB
pun tidak berhasil karena mereka menganggap masalah Irian Barat merupakan
masalah intern antara Indonesia-Belanda. Negara-negara barat masih tetap
mendukung posisi Belanda. Indonesia justru mendapat dukungan dari negara-negara
peserta KAA di Bandung yang mengakui bahwa Irian Barat merupakan bagian dari
Negara Kesatuan republik Indonesia.
2. Perjuangan
Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer
Karena perjuangan
diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum menunjukkan hasil
sehingga Indonesia meningkatkan perjuangannya dalam bentuk konfrontasi.
Konfrontasi dilakukan tetapi tetap saja melanjutkan diplomasi dalam
sidang-sidang PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu konfrontasi politik dan
ekonomi, serta konfrontasi militer.
Konfrontasi militer
terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak mau berkompromi dengan Indonesia.
a. Konfrontasi
Politik dan Ekonomi
Konfrontasi
ekonomi dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan
kepentingan-kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi
tersebut sebagai berikut.
1)
Tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB, diumumkan
pembatalan utang-utang RI kepada Belanda.
2)
Selama tahun 1957 dilakukan :
Pemogokan buruh di
perusahaan-perusahaan Belanda
Melarang
terbitan-terbitan dan film berbahasa Belanda
Melarang penerbangan
kapal-kapal Belanda
Memboikot
kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia
3)
Selama tahun 1958-1959 dilakukan :
Nasionalisasi terhadap
± 700 perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
Mengalihkan pusat
pemasaran komoditi RI dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman.
Konfrontasi
Politik dilakukan melalui tindakan sebagai berikut.
1)
Tahun 1951, Kabinet Sukiman menyatakan bahwa hubungan Indonesia dengan
Belanda merupakan hubungan bilateral biasa, bukan hubungan Unie-Statuut.
2)
Tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II, diumumkan
pembatalan semua hasil KMB.
3)
Pada tanggal 17 Agustus 1956 dibentuk provinsi Irian Barat dengan
ibukotanya kotanya di Soa Siu (Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore)
sebagai gubernurnya yang dilantik tanggal 23 September 1956. Provinsi Irian
Barat meliputi : Irian, Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile.
4) 18
November 1957 terjadi Rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta.
5) Tahun
1958, Pemerintah RI menghentikan kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di
Indonesia. Pemecatan semua pekerja warga Belanda di Indonesia
6)
Tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
7)
Tanggal 17 Agustus 1960 diumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan
Belanda.
b. Konfrontasi
Militer
Dampak dari tindakan
konfrontasi politik dan ekonomi tersebut maka tahun 1961 dalam Sidang Majelis
Umum PBB terjadi perdebatan mengenai masalah Irian Barat.
Diputuskan bahwa
Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker bersedia menjadi penengah dalam
perselisihan antara Indonesia dan Belanda.
Bunker mengajukan usul
yang dikenal dengan Rencana Bunker, yaitu :
1.
Pemerintah Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia.
2.
Setelah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk
menentukan pendapat apakah tetap dalam negara Republik Indonesia atau
memisahkan diri.
3.
Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai dalam jangka waktu
dua tahun.
4.
Guna menghindari bentrokan fisik antara pihak yang bersengketa, diadakan
pemerintah peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
Indonesia menyetujui
usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek.
Pihak
Belanda tidak mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan usul untuk
menyerahkan Irian Barat di bawah pengawasan PBB. Selanjutnya PBB membentuk
negara Papua dalam jangka waktu 16 tahun.
Jadi Belanda tetap
tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia. Keinginan Belanda
tersebut tampak jelas ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara
Papua, lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan.
Tindakan Belanda
tersebut tidak melemahkan semangat bangsa Indonesia. Indonesia menganggap bahwa
sudah saatnya menempuh jalan kekuatan fisik (militer).
Perjuangan melalui jalur
militer ditempuh dengan tujuan untuk:
Menunjukkan kesungguhan
Indonesia dalam memperjuangankan apa pun yang memang menjadi haknya.
Menunjukkan kesungguhan
dan memperkuat posisi Indonesia.
Menunjukkan sikap tidak
kenal menyerah dalam merebut Irian Barat.
Persiapan pemerintah
untuk menggalang kekuatan militer adalah :
Pada Desember 1960,
mengirimkan misi ke Uni Soviet untuk membeli senjata dan perlengkapan perang
lainnya.
KSAD mengunjungi
beberapa negara, seperti India, Pakistan, tahiland, Filipina, Australia,
Selandia Baru, Jerman, Perancis, dan Inggris untuk menjajaki sikap
negara-negara tersebut bila terjadi perang antara Indonesia dengan Belanda.
Tindakan persiapan
Indonesia tersebut dianggap oleh Belanda sebagai upaya untuk melaklukan Agresi.
Sehingga Belanda kemudian memperkuat armada dan angkatan perangnya di Irian
Barat dengan mendatangkan kapal induk Karel Dorman.
Maka Pada tanggal 19
Desember 1961, Presiden Sukarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di
Yogyakarta yang telah dirumuskan oleh Dewan Pertahanan Nasional. Peristiwa ini
menandai dimulainya secara resmi konfrontasi militer terhadap Belanda dalam
rangka mengembalikan Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi.
Isi Trikora adalah
sebagai berikut.
1)
Gagalkan Pembentukan Negara boneka papua buuatan Belanda
2)
Kibarkan Sang merah Putih di Irian Barat, Tanah air Indonesia
3)
Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air dan bangsa.
Selanjutnya, diadakan
rapat Dewan Pertahanan Nasional dan Gabungan Kepala Staf serta Komamndo
Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Keputusan dari rapat tersebut
adalah sebagai berikut.
Dibentuk Provinsi Irian
Barat gaya baru yang beribu kota di Jayapura(zaman Belanda bernama Hollandia)
dengan putra Irian sebagai gubernurnya.
Tanggal 11 Januari 1962
dibentuk Komando Tertinggi dan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang
berkedudukan di Makassar yang langsung di bawah ABRI dengan tugas merebut Irian
Barat. Tugas Komando Mandala adalah sebagai berikut.
Menyelenggarakan
operasi Militer untuk membebaskan Irian Barat. Operasi militer tersebut terdiri
dari tiga tahap, yaitu penyusupan (infiltrasi), serangan besar-besaran
(eksploitasi), dan penegakan kekuasaan Republik Indonesia (Konsolidasi).
Menggunakan segenap
kekuatan dalam lingkungan Republik Indonesia untuk membebaskan Irian Barat.
Kekuatan itu terdiri atas tentara regulerdan suka relawan maupun berbagai
potensi perlawanan rakyat lainnya
Tanggal 13 Januari
1962, Brigadir Jendral Suharto dilantik sebagai Panglima Mandala dengan pangkat
Mayor Jendral, beliau juga merangkap sebagai Deputi KSAD untuk wilayah
Indonesia bagian timur.
Sebelum konsolidasi
yang dilakukan oleh Komando Mandala selesai, Tanggal 15 Januari 1962 terjadi
pertempuran di Laut Aru. Dalam pertempuran tersebut Deputi KSAL Komodor Yos
Sudarso gugur.
c. Konfrontasi
Total
Sesuai dengan
perkembangan situasi Trikora diperjelas dengan Instruksi Panglima Besar Komodor
Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang
isinya sebagai berikut.
Merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan mengembalikan
wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia.
Mengembangkan situasi
di Provinsi Irian Barat sesuai dengan perjuangan di bidang diplomasi dan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya di Wilayah Irian Barat dapat secara de facto
diciptakan daerah-daerah bebas atau ada unsur kekuasaan/ pemerintah daerah
Republik Indonesia.
Strategi yang disusun
oleh Panglima Mandala guna melaksanakan instruksi tersebut.
a. Tahap Infiltrasi (penyusupan) (sampai
akhir 1962),
yaitu dengan memasukkan
10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de
facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh musuh dan mengembangkan
pengusaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat.
b. Tahap
Eksploitasi (awal 1963),
yaitu mengadakan
serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos-pos
pertahanan musuh yang penting.
c. Tahap
Konsolidasi (awal 1964),
yaitu dengan
menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia secara
mutlak di seluruh Irian Barat.
Pelaksanaannya
Indonesia menjalankan tahap infiltasi, selanjutnya melaksanakan operasi
Jayawijaya, tetapi sebelum terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah perintah
dari presiden untuk menghentikan tembak-menembak.
d. Akhir
Konfrontasi
Surat perintah tersebut
dikeluarkan setelah ditandatangani persetujuan antara pemerintah RI dengan
kerajaan Belanda mengenai Irian Barat di Markas Besar PBB di New York pada
tanggal 15 Agustus 1962 yang selanjutnya dikenal dengan Perjanjian New
York. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menlu Subandrio sementara itu Belanda
dipimpin oleh Van Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut berisi.
1)
Kekuasaan pemerintah di Irian Barat untuk sementara waktu diserahkan
pada UNTEA(United Nations Temporary Executive Authority)
2)
Akan diadakan PERPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) di Irian Barat
sebelum tahun 1969.
Untuk menjamin Keamanan
di Irian Barat dibentuklah pasukan penjaga perdamaian PBB yang
disebut UNSF (United Nations Security Force) yang dipimpin oleh
Brigadir Jendral Said Udin Khan dari Pakistan.
Berdasarkan Perjanjian
New York proses untuk pengembalian Irian Barat ditempuh melalui
beberapa tahap, yaitu :
1.
Antara 1 Oktober -31 Desember 1962 merupakan masa pemerintahan UNTEA
bersama Kerajaan Belanda.
2.
Antara 1 Januari 1963- 1 Mei 1963 merupakan masa pemerintahan UNTEA
bersama RI.
3.
Sejak 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat sepenuhnya berada di bawah kekuasaan
RI.
4.
Tahun 1969 akan diadakan act of free choice, yaitu penentuan
pendapat rakyat (Perpera).
Penentuan Pendapat
rakyat (Perpera) berarti rakyat diberi kesempatan untuk memilih tetap bergabung
dengan Republik Indonesia atau Merdeka.
Perpera mulai
dilaksankan pada tanggal 14 Juli 1969 di Merauke sampai dengan 4 Agustus 1969
di Jayapura. Hasil Perpera tersebut adalah mayoritas rakyat
Irian Barat menyatakan tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasil Perpera
selanjutnya dibawa oleh Diplomat PBB, Ortis Sanz (yang menyaksikan
setiap tahap Perpera) untuk dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24.
Tanggal 19 November
1969, Sidang Umum PBB mengesahkan hasil Perpera tersebut.
Komentar
Posting Komentar